TOUCHDOWN KHATULISTIWA DAN OBJEK WISATA LAIN (ekspedisi pontianak)
Sampai jg di pelabuhan pontianak, kami di jemput mak amah (tante) dan om tomo, pakai mobil sampai di rumahnya. Tante saya orang jawa, waktu ada pembukaan PNS di Kalimantan dia ikut, keterima di dinas sosial kemudian menikah dgn org disana, begitu hidup klg ibu saya yang serba perantau. Didikan kakek kami dari borneo, kalsel.
Saya lupa alamatnya mak amah, waktu itu musim hujan disana. Rumahnya pakai kayu, bertingkat. Sangat berbeda dengan di Jawa. Rupanya tanahnya warna merah, dan empuk, itu alasan rumah2 memakai kayu2, agar tidak banjir dan tembus.
Rumah belakang mak amah hutan, antara rambutan apa jati (saya gak ngerti), luas, dan seram. Sebisa mgkin saya ke toilet sebelum jam 9 karena di luar rumah. Dan airnya keruh sekali.. coklat, tapi tidak bau, biasa saja.
Awalnya jijik juga, tapi ya ditahan-tahan. Kata om tomo, biasa kalo musim hujan airnya akan bercampur dengan tanah jadi warnanya seperti itu.
Di sebelah rumah ada kebun, pohon pisang. Mendekati lebaran, mak amah suka banget bikin kue (berbeda dengan klg di jawa yang suka BELI kue). Hingga kini, saya paling hafal dengan kue putri salju. Dan setiap hari jg selalu ada buah segar hasil kebun sendiri.
Keesokannya kami ke khatulistiwa (sepulangnya ke Yogya kelas IV SD, nilai IPS saya bagus-bagus karena kunjungan ini). Saya masih kecil untuk dengar cerita guide nya.
Bangunanya seperti observatory luar angkasa di bandung, jadi setengah bola gt. Bisa dibuka dan ditutup. Kami masuk dan ternyata ada tugu khatulistiwa (bisa di search di google). Tinggi sekali. Kami harus naik ke lantai kedua untuk melihat puncaknya (kalau sedang ditutup).
Kemudian bude beli oleh-oleh di showroom sebelah observatory itu. Bapak-bapak yang jaga cerita soal dayak, tentang kepala manusia yang asal dibunuh dan dijadikan pagar, dll. Saya sadar kalau cerita itu menakutkan jadi saya gak dengerin dan melihat2 kerajinan di etalase yang lain.
Terakhir bude bilang, “dita, mau yang mana”, saya gedeg2, ga tau apa2,”yowis ini beli kaos khatulistiwa 1 buat bapakmu saja ya”.
Hari berikutnya kami ke sungai kapuas. Sungai yang sangat2 lebar, meskipun di kota.. (kalau di korea han river) bedanya. Disini ilegall loging sangat lumrah, bahkan saya tanya dengan kepolosan, “om, kayu2 itu mau diapakan”, dia bilang banyak manfaatnya, selesai.
Baru saya kenal ilegall loging itu waktu SMP dgan menyocok-nyocokkan ekspedisi pontianak 5 tahun sebelumnya.
Hari lebaran pun tiba, kami solat (saya lupa scene ini), setelah itu kami keliling ke keluarga om tomo, rumahnya bagus-bagus, tapi keliatan agak angker, soalnya disekelilingnya hutan-hutan dan jarak rumah-rumah gak serengket2 di yogya.
Setiap masuk rumah kami harus makan apa saja, sampai saya pengin muntah. Mak amah bilang, jangan ditolak nanti mereka marah, ambil sedikit atau bawa pulang saja. (pantesan mak amah jadi gemuk setelah disana)
Oia, kami juga berlibur ke istana di pontianak di kampung dalam bugis. Relatif kecil ketimbang keraton yogya. Yang saya paling ingat adalah cermin 1000. Jadi 2 cermin yang disejajarkan dan dipantulkan. Simple, pd plajaran matematika kelas VI saya belajar itu . r-r’ .
Setelah itu kami pulang ke jawa, membawa banyak rambutan. dan menjelajah maritim kembali.
Saya lupa alamatnya mak amah, waktu itu musim hujan disana. Rumahnya pakai kayu, bertingkat. Sangat berbeda dengan di Jawa. Rupanya tanahnya warna merah, dan empuk, itu alasan rumah2 memakai kayu2, agar tidak banjir dan tembus.
Rumah belakang mak amah hutan, antara rambutan apa jati (saya gak ngerti), luas, dan seram. Sebisa mgkin saya ke toilet sebelum jam 9 karena di luar rumah. Dan airnya keruh sekali.. coklat, tapi tidak bau, biasa saja.
Awalnya jijik juga, tapi ya ditahan-tahan. Kata om tomo, biasa kalo musim hujan airnya akan bercampur dengan tanah jadi warnanya seperti itu.
Di sebelah rumah ada kebun, pohon pisang. Mendekati lebaran, mak amah suka banget bikin kue (berbeda dengan klg di jawa yang suka BELI kue). Hingga kini, saya paling hafal dengan kue putri salju. Dan setiap hari jg selalu ada buah segar hasil kebun sendiri.
Keesokannya kami ke khatulistiwa (sepulangnya ke Yogya kelas IV SD, nilai IPS saya bagus-bagus karena kunjungan ini). Saya masih kecil untuk dengar cerita guide nya.
Bangunanya seperti observatory luar angkasa di bandung, jadi setengah bola gt. Bisa dibuka dan ditutup. Kami masuk dan ternyata ada tugu khatulistiwa (bisa di search di google). Tinggi sekali. Kami harus naik ke lantai kedua untuk melihat puncaknya (kalau sedang ditutup).
Kemudian bude beli oleh-oleh di showroom sebelah observatory itu. Bapak-bapak yang jaga cerita soal dayak, tentang kepala manusia yang asal dibunuh dan dijadikan pagar, dll. Saya sadar kalau cerita itu menakutkan jadi saya gak dengerin dan melihat2 kerajinan di etalase yang lain.
Terakhir bude bilang, “dita, mau yang mana”, saya gedeg2, ga tau apa2,”yowis ini beli kaos khatulistiwa 1 buat bapakmu saja ya”.
Hari berikutnya kami ke sungai kapuas. Sungai yang sangat2 lebar, meskipun di kota.. (kalau di korea han river) bedanya. Disini ilegall loging sangat lumrah, bahkan saya tanya dengan kepolosan, “om, kayu2 itu mau diapakan”, dia bilang banyak manfaatnya, selesai.
Baru saya kenal ilegall loging itu waktu SMP dgan menyocok-nyocokkan ekspedisi pontianak 5 tahun sebelumnya.
Hari lebaran pun tiba, kami solat (saya lupa scene ini), setelah itu kami keliling ke keluarga om tomo, rumahnya bagus-bagus, tapi keliatan agak angker, soalnya disekelilingnya hutan-hutan dan jarak rumah-rumah gak serengket2 di yogya.
Setiap masuk rumah kami harus makan apa saja, sampai saya pengin muntah. Mak amah bilang, jangan ditolak nanti mereka marah, ambil sedikit atau bawa pulang saja. (pantesan mak amah jadi gemuk setelah disana)
Oia, kami juga berlibur ke istana di pontianak di kampung dalam bugis. Relatif kecil ketimbang keraton yogya. Yang saya paling ingat adalah cermin 1000. Jadi 2 cermin yang disejajarkan dan dipantulkan. Simple, pd plajaran matematika kelas VI saya belajar itu . r-r’ .
Setelah itu kami pulang ke jawa, membawa banyak rambutan. dan menjelajah maritim kembali.
Komentar
Posting Komentar