pergi
tatapannya hambar , matanya menengadah polos, sebelum terucap kata "pulang duluan ya"
esoknya, paras ayunya pucat pasi, kelimpungan tiap patahan kalimatnya, 180 derajat putaran bola mata.nya kengelilingi tepi batas kelopak atas ketika beradu pandangan dengan lit.
menegaskan kalimat seragam "ada apa dengannya"
penawaran bantuan di-elaknya, bentuk kesengaja'an akan ketidak tentraman hatinya.
Gurat-gurat pembuluh menebal dibawah kulit epidermisnya, menegang pertanda syaraf neuron ditempa beban berat anggapnya,
alisnya subur, hitam pekat dan bertemu di satu titik tengah seolah tidak ingin terpisahkan. Dahinya mengernyit seraya membaca balasan sms dari teman terdekatnya.
gundah gulana menerpa perasaannya, benturan-benturan argumen membutakan mata hatinya, memekatkan ego setan melebihi kapasitas logika manusia mencerna.
peluh-peluh butiran sebening embun menembus sela-sela bulu matanya, siapapun iba melihatnya, apalagi bagi kaum adam yang konon paling tidak sanggup melihat wanita berurai tangis.
tapi ini merupakan keputusannya, untaian keakraban bayangi setiap langkahnya ketika terpisahkan jarak. Bagaimana bisa kepercayaan punah sebegitu cepatnya, meskipun 70 kali permenit detak jantung terasa lebih lama baginya dengan kenangan yang ditandasnya.
terengah-engah, ucapannya mulai kaku, benamkan kegelisahan yang tidak diaku.
Dengan tarikan dagu menyimpul, sejanggal senyum monalisa "sederhana dan penuh pertanyaan",
kuhapus bayang-bayang negatif yang selimuti anganku tersebut dengan kalimat paling logis "mungkin dia kecapekan", hingga lirik "engkau yang seharusnya disisisiku, engkau yang slalu ada di hayatku, semoga engkau mendengar..." sandy sandhoro, bersua cairkan suasana di mobil merah, selasa senja,.
sms diterima, hati cemas bimbang harapan timbul tenggelam, sebelum akhirnya dia benar-benar di perjalanan. benar saja,batinku, mungkin itu pertanda kepergiannya.
Komentar
Posting Komentar